Rabu, 24 Oktober 2018

Resensi Buku Filosofi Kopi

Resensi Buku "Filosofi Kopi"
Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade



IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Filosofi Kopi
Jenis Buku : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Penulis : Dee
Penerbit : Truedee Books & GagasMedia
Tahun Terbit : 2006
Jumlah Halaman : 134


SINOPSIS

‘Kedai Koffie BEN & JODY’ adalah nama warung kopi yang didirikan sekaligus dijalankan oleh Ben dan Jody. Ben sebagai meracik kopi dan Jody duduk di mesin kasir. Ben pecinta kopi sejati. Dia tidak pernah puas dengan apa yang telah ia kerjakan. Hingga ia merubah nama kedainya menjadi FILOSOFI KOPI. Membuat setiap kopi yang ia buat memiliki filosofinya masing-masing. Pada suatu hari, ada seorang pria perlente berusia 30 tahun-an masuk ke kedai Filkop. Dia memesan kopi dengan filosofi  : kesuksesan adalah wujud kesempuranaan hidup. Jelaslah tidak ada dalam  daftar menu kedai Filkop. Lalu pria itu menantang Ben untuk membuat kopi sesempurna mungkin. Pria itu menawarkan 50 juta jika Ben berhasil. Setiap hari Ben begadang agar bisa menciptakan racikan kopi terbaiknya. Akhirnya, Ben pun berhasil. Ia menamai kopinya itu Ben’s Perfecto.
Suatu hari bapak-bapak memasuki kedai kopi mereka dan memesan kopi terbaik mereka, yakni Ben’s Perfecto. Ben yakin sekali bahwa kopi yang dibuatnya itu adalah kopi terbaik di dunia. Namun ketika bapak itu meminum Ben’s Perfecto, bapak itu berkata bahwa ada kopi yang lebih enak dari kopi Ben. Mendengar itu, Ben langsung bertanya kepada bapak itu dimana tempat ia bisa mendapatkan kopi itu. Sore itu juga kedai Filkop tutup. Ben dan Jody berangkat ke suatu desa di Jawa Tengah. Mereka berhasil menemukan keberadaan kopi tiwus, kopi terenak di dunia. Setelah Jody dan Ben mencicipi kopi tiwus buatan Pak Seni itu, Ben merasa bahwa ia telah kalah. Ia merasa bahwa Pak Seno lah yang pantas mendapatkan 50 juta tersebut. Ben pun megatakan kepada Jody bahwa uang itu akan diserahkann kepada Pak Seno. Namun Jody sangat tidak setuju dengan Ben. Bayangkan, pengembangan apa saja yang bisa dibuat dengan 50 juta ditangan.
Hari berganti, dan kedai Filosofi Kopi tidak pernah buka kembali. Ben, sang barista, tidak memiliki semangat hidupnya lagi. Hingga suatu hari Jody tak sengaja bertemu Ben di kedai. Jody membuat secangkir kopi untuk Ben. Dan kopi itu adalah kopi tiwus yang Jody beli dari Pak Seno dengan uang 50 juta.


KEUNGGULAN

Buku ini berisi kumpulan cerita dan juga kumpulan prosa yang ditulis oleh Dee dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Tulisan Dee sudah sangat tidak bisa diragukan lagi. Cerita Filosofi kopinya sederhana. Tetapi dibalik kesederhanaan ceritanya, ada pesan yang sangat bermakna. Ia berhasil menyelesaikan ceritanya dengan tenang. Alur cerita yang ditulis Dee tidak mudah ditebak. Ceritanya juga berbeda. Dia memberikan warna yang baru dalam sastra Indonesia, terutama dalam cerpennya.
Selain cerita, dalam buku ini juga terdapat kumpulan prosa. Penulis sangat bagus dalam pemilihan kata dalam kalimatnya, sehingga pembaca bisa ikut terbawa dalam suasana yang diciptakan penulis.


KELEMAHAN

Hampir tidak ada kelemahan dalam buku ini. terutama dalam isinya, penulis sangat baik dan tidak bisa diragukan lagi keahliannya dalam menulis. Hanya saja mungkin akan lebih baik apabila sampul buku diganti atau dirubah agar lebih menarik perhatian lagi. Akan lebih indah jika sampul didesain lebih baik lagi, tidak harus menampilkan gambar sampul berupa kopi asli. Karena ini agak sedikit membosankan. Selain itu, akan lebih baik lagi jika di akhir buku ini terdapat satuatau bahkan dua lembar profil dari penulis.

Kamis, 18 Oktober 2018

Resensi Novel Layar Terkembang

Resensi Novel Layar Terkembang




1. Identitas Buku

    • Judul Buku Resensi : Layar Terkembang
    • Genre : Roman
    • Penerbit : Jakarta, Balai Pustaka
    • Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana
    • Tahun terbit : 1936
    • Jumlah Halaman : 202 hlm
    • Nomor Edisi Terbit : ISBN 979-407-065-3

2. Sinopsis

Kisah ini dimulai ketika mereka bertiga bertemu saat melihat-lihat aquarium di pasar ikan. Tuti, Maria, dan Yusuf, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta menjadi lebih akrab setelah pertemuan tak disengaja itu. Seiring berjalannya waktu, Yusuf dan Maria memiliki perasaan yang lebih mendalam. Disaat Maria dan Yusuf menjalin percintaan yang manis, Tuti, kakak dari Maria disibukkan dengan kegiatannya sendiri. Ia aktif dengan Kongres Putri Sedar. Berbeda dengan Maria yang lebih lincah dan periang, Tuti lebih sering serius dan pendiam. Akan tetapi Tuti juga ingin merasakan cinta. Ingatlah ia pada supomo teman sejawatnya. Pernah Supomo mengirimkan surat padanya, tapi ditolak juga olehnya karena Supomo bukan lelaki idamannya.

Sementara itu, mendadak Maria terkena demam Malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Meski begitu, Maria sakit bertambah parah. Kata dokter ia mengidap TBC dan harus dilarikan ke rumah sakit. Perawatan Maria berjalan sebulan lamanya. Tetapi keadaannya malah kian memburuk. Maria sudah pasrah menerima kenyataan.

Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. . Kehidupan suami-istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing masyarakat disekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti.

Hubungan Tuti dan Yusuf semakin akrab. Sebaliknya, keadaan Maria makin memprihatinkan. Dokter pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kemudian, setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria menghembuskan napas terakhirnya. Lalu, sesuai dengan pesan tersebut, Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.


3. Kelebihan

Sutan Takdir Alisjahbana adalah pengarang Indonesia yang banyak berorientasi ke dunia Barat. Terlihat dari cara ia menggambarkan watak para tokoh. Selain menyajikan suasana perkotaan, novel ini  juga suasana pedesaan. Novel ini juga menceritakan tentang kasih sayang dan kepedulian kepada sesama anggota keluarga.



4. Kekurangan

Karena Novel ini terbit pada tahun sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1936, jadi tentunya novel ini menggunakan bahasa yang kurang dimengerti dan dipahami oleh pembaca pada zaman sekarang.